Senin, 12 September 2016

SERDADU DUDA KUDA I

Sumber cerita:
Curhatan dari sahabat saya yang bernama: Doni (Sang Duda Kuda) dan di kuatkan oleh Yuni (Sahabat Saya Juga) si Doni sahabat saya, yang dulunya pernah dekat dengan Yuni.
Tapi nikahnya malah sama Muslimah jadi jadian yang berkostum Atasan Arab, bawahannya Amerika dan tingkah lakunya berkarakter israel, hehehe?
Langsung saja cerita dan kisah akan saya tuliskan melalui status yang bersambung, karena inspirasinya terlalu panjang untuk menyambungnya melalui status, cerita ini akan saya berikan judul:
" SERDADU DUDA KUDA "
Bagian pertama:
Episode:
Male Mules Sales Males.
Begini ceritanya:
Angin bertiup dengan lembut menerobos kedalam kamarnya.
Pohon mangga yang terdapat tepat didepan kamarnya bergerak lembut. Satu satu daun gugur berjatuhan dan kadang masuk kedalam kamarnya.
Dia tidak terkejut ketika sepasang kaki indah melintas didepan kamarnya, yang kemudian menyorongkan kepalanya kearah jendela:
“Aku bawakan makanan kesukaanmu?“
Wanita itu menaikan tangannya tinggi tinggi sambil melihatkan rantang ditangannya.
“Kenapa harus repot!“
Jawabnya.
Wanita itu tidak memperdulikannya.
Terus berputar kearah pintu kamar.
“Apakah ada kemajuan skripsimu?“
Wanita itu memegang pundaknya dari belakang dengan memperhatikan lembaran kertas yang tergeletak diatas meja.
Dia hanya menggaruk kepala.
Wanita itu kembali melakukan kebiasaanya.
Mengambil pakaian kotor untuk di cuci dan sekalian membersihkan kamarnya yang berantakan.
Biasanya keesokan sorenya wanita itu akan datang lagi dengan membawa pakaiannya yang sudah bersih.
“Aku harus segera pergi.
Takut terlambat masuk kerja“
Wanita itu berlalu dengan membawa pakaian kotornya.
Dia hanya terhenyak.
Sudah lebih dua tahun dia menjalin hubungan dengan wanita itu namun tak pernah dia menyentuh wanita itu.
Wanita yang terlalu polos dengan cintanya.
Wanita yang tidak berhijab namun punya rasa hormat untuk tahu bagaimana berkorban dan mencintai.
Sampai kapan keadaan ini dia harus pertahankan.
Cinta itu memang tidak mudah diraih. Begitu pula dengan kehadiran wanita itu dalam hidupnya.
Dia tidak pernah dapat mencintai wanita itu namun dia dapat bersikap sempurna hingga nampak dia benar benar mencintai.
Mungkin karena memang dia sangat membutuhkan wanita itu untuk menopang kehidupannya yang memang butuh biaya.
Hingga setiap hari wanita itu terus bekerja keras untuk memberikan dukungan menyelesaikan kuliahnya.
“Apakah tidak lebih baik kita menikah saja?
Kamu dapat terus dengan kuliahmu tanpa harus dibebani dengan biaya hidup.
Gajiku cukup untuk kita hidup berdua!“
Kata wanita itu satu ketika.
“Aku tidak bisa mendahului kakak perempuanku?“
Demikian dia beralasan untuk sengaja menunda.
Wanita itu tetap sabar menanti saatnya tiba.
Ketika Kakak perempuannya menikah wanita itu kembali datang dengan harapannya.
“Bukankah sudah saatnya kitapun menikah?“
Dan diapun kembali dengan alasan lain.
“Aku harus menunggu sampai kuliahku selesai!“
Kembali wanita itu harus menunggu.
Ketika kuliahnyapun selesai, wanita itu menampakan keceriaan yang luar biasa?
“Orang tuaku sudah siap menanti lamaranmu?“
Diapun datang dengan alasan:
“Aku harus dapat kerjaan dulu.
Aku tidak mau membebanimu bila kelak kita berumah tangga!“
“Aku hanya ingin impianku dapat terkabulkan segera.
Hidup bersama pria yang aku cintai?“ Kata wanita itu.
Harapan yang terlalu sederhana tapi menjadi sulit baginya.
Bagaimana mungkin?
Baginya lebih baik hidup sehari dengan orang yang di cintainya daripada hidup seribu tahun dengan wanita yang tidak pernah di cintainya.
Ketika sudah dapat kerjaan, dia harus berkata dengan jujur.
Maka diapun tanpa beban untuk mengatakan:
“Aku tidak mencitaimu.
Ada wanita soleha berhijab yang telah ku pilih.
Lebih baik kamu berharap pada pria yang tahu bagaimana seharusnya mencintaimu, itu lebih baik!“
“Tidak adakah arti bagimu hubungan kita selama ini?“
Wanita itu menampakan wajah keterkejutannya dengan air mata berlinang.
“Itu sangat berarti sekali.
Aku justru disadarkan betapa kamu sangat bernilai dihadapanku!”
Katanya dengan berat menatap sendu wajah wanita dihadapannya?“
Maafkan aku.
Aku telah menemukan wanita yang aku cintai dan Kami akan segera menikah!”
Sambungnya yang membuat wanita itu jatuh berkeping keping.
“Apakah diapun mencintaimu sama seperti aku?“
“Kami saling mencintai?“
“Secepat itukah?“
“Ya!“
Wanita itu tertunduk sambil mengusap air mata dan kemudian berdiri keluar dari kamarnya.
Di luar angin bertiup lembut dan daun keringpun nampak jatuh berguguran!“
Nasibku, tidak lebih sama dengan daun itu.
Yang akhirnya gugur di makan waktu.
Tapi aku tetap bersyukur karena kamu telah memberi waktu untuk ku mencintaimu.
Bersambung..

0 komentar:

Posting Komentar

 

© Copyright Alam Perwira | Born to Glory Template Created By : Alam Perwira and original template by Denzdii | Powered By : Blogger